Mencari Bukti Awal Islamisasi di Nusantara
Sejauh ini yang dianggap bukti tertua Islamisasi terdapat
di Pulau Jawa, yaitu nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, dari tahun
475 H (1082 M). Namun, peneliti dari Prancis, Ludvik Kalus dan Claude Guillot,
menyebut nisan itu digunakan sebagai jangkar kapal.
"Anda tak bisa pakai ini sebagai bukti masuknya Islam
di Jawa. Nisan ini dipakai sebagai anchor (jangkar, red.). Ini
hipotesis, intinya ini tak ada hubungannya dengan sejarah Islamisasi
Indonesia," kata Daniel Perret, arkeolog dari École française
d’Extrême-Orient (EFEO), seusai diskusi di Institut Français d’Indonésie (IFI),
Jakarta, awal November 2019.
Demikian pula tak ada bukti arkeologis yang mendukung
pendapat Islam telah masuk di Barus, Sumatra Utara, sejak abad ke-7. Dari hasil
penggalian di Situs Lobu Tua, wilayah itu baru digunakan pada pertengahan abad
ke-9 hingga akhir abad ke-11. "Kami yakin muslim sudah ada di sana. Pedagang muslim
ada di sana. Tapi tak ada bukti sudah ada Islamisasi," kata Perret.
Lobu Tua merupakan tempat perdagangan yang dibuka oleh para
pedagang dari India Selatan atau Sri Lanka. Mereka kemudian diikuti para
pedagang dari Timur Tengah. Karenanya lokasi itu menjadi tempat persinggahan
dalam jaringan perdagangan yang menghubungkan Timur Tengah, India, Sri Lanka, dan
Nusantara. Di sana juga tak ada bukti okupasi yang permanen. Situs itu
dulunya hanya dipakai para pedagang untuk transit. Misalnya, pedagang
dari India membawa tekstil, sampai di Barus ditukar dengan
kamper dan emas, lalu dibawa ke Jawa untuk ditukar lagi dengan rempah-rempah,
dan kemudian dibawa ke India.
Berbeda dengan situs di Bukit Hasang, Barus. Di kawasan itu
banyak ditemukan nisan kuno. Artinya, di tempat itu dulunya dipakai untuk
tinggal dan menetap.
"Lobu Tua mungkin trading port tapi tidak
ditinggali permanen. Sementara Bukit Hasang lebih stabil," kata
Perret. Kedati begitu, Bukit Hasang baru mulai digunakan pada abad
ke-12 hingga abad ke-16. "Ada evolusi situs, pada abad ke-12 baru
ditemukan, luasnya masih 3 ha, kemudian pada awal abad ke-16 menjadi 60
ha," kata Perret.
Di Bukit Hasang di antaranya ada 300 nisan dari abad
ke-14 hingga awal abad ke-20. Di nisan itu tertera tulisan Arab dan Persia
dengan Bahasa Melayu. Salah satunya, kata Perret, adalah seseorang yang mungkin
bernama Tionghoa, Suy, dari tahun 1370. Tulisan itu kira-kira berbunyi:
"Meninggalnya perempuan mulia (ibuku?), Suy, pada 20 Safar. Tuhan
memberkahi akhirnya dengan kemenangan dan kemakmuran pada tahun
772/September."
"Mungkin dia seseorang dari komunitas Tionghoa muslim
di Bengal," kata Perret.
Perret mengatakan memang ada catatan pada masa Sriwijaya
bahwa abad ke-7 telah ada orang-orang Islam. Namun, tak disertai bukti prasasti
maupun arkeologis. "Kami tak mendapatkan political inscription (prasasti
politik, red.) seperti di Pasai. Karenanya, proses
Islamisasi hampir impossible dibuktikan lewat ekskavasi," kata
Perret.

Komentar
Posting Komentar